Minggu, 30 Juni 2013

Gamang, Logika, Perasaan, dan Persepsi


00:10 di hari pertama Juli.

Sudah lama meninggalkan halaman ini dengan kosong, sehingga mungkin sekali untuk kotor, berdebu, dan wajar bila laba-laba menunjukan eksistensinya dalam membuat sarang kekuasaannya. Lalu, apa alasan Saya kembali menulis? Kata orang, rasa galau, marah, kepepet dan sedih bisa membuat orang lebih kreatif. Saya? diantara sedih dan marah. Seperti reaksi kimia, sedih dan marah adalah 2 zat yg mungkin bisa bercampur atau mungkin juga tidak. Anggaplah saja mereka dipaksa untuk bercampur, hasilnya adalah kegamangan yang begitu hebat dalam skala logika ataupun rasa.

Gamang salah satu pengertiannya menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah merasa kesunyian ( sumber: liat di sini). Disatu sisi merasa sedih karena berbuat salah, dan di sisi lain Saya merasa marah. Saya adalah pesawat ruang angkasa yang terlempar dari orbit. Melayang tak jelas, menabrak objek langit, dan merasa tersesat di angkasa dimana GPS dan peta tak ada gunanya. Namun pesawat ini dikendalikan oleh dua orang pilot handal yang kini sedang berusaha memperbaikinya, dua orang pilot itu bernama Perasaan dan Logika. Dua hal yang konon tidak pernah akan bersatu bahkan cenderung berbeda pendapat dalam (hampir) setiap hal. Maka hal yang pertama kali Saya lakukan adalah melogikakan perasaan lalu kemudian memberi rasa pada logika.

Melogikakan Perasaan.
Sebuah ungkapan lama "One little mistake could ruined everythings", satu kesalahan kecil bisa membuat segala hal yang Kalian lakukan sebelumnya menjadi tak berarti. Lalu apakah kita tak boleh berbuat salah? tentu saja boleh, ungkapan yg secara semena-mena dijadikan copyright Dorce mengungkapkan bahwa kesempurnaan hanya milik Tuhan. Dalam berbagai eksperimen laboratorium, untuk mendapatkan sebuah formula yang manjur, para ilmuwan tentu saja mengalami banyak kesalahan terlebih dahulu bukan? Begini gambarannya, tumpuklah kertas putih secara teratur, lembar per lembar, lalu tumpuk satu lembar saja kertas hitam, stop! Lihat dari atas, kertas putih tak tampak, hanya kertas hitam yang tampak. Ibaratkan kertas putih adalah hal baik yang kalian lakukan dan ketas hitam adalah hal buruknya, hal buruk tetaplah hal buruk, kertas hitam telah tertumpuk, bagaimana agar tampak putih kembali? lanjutkanlah menumpuk kertas putihnya lagi dengan catatan: Kalian masih diberi kesempatan untuk menumpuknya. Namun jika kertas hitam kembali bertumpuk untuk kesekian kalinya, lagi, lagi, dan lagi, maka tentu saja bisa dilhat mayoritas warna yg sering terlihat dan kesempatan kalian untuk menumpuk kertas putih akan dihentikan oleh waktu, sama halnya dengan penelitian yg kesalahannya selalu berulang dan menemukan perbandingan 5:1 diantara salah dan benarnya, maka penelitian itu bisa dihentikan. Saya merasa sedih karena berbuat salah, namun seharusnya Saya mampu membuktikan bahwa masih banyak hal benar lain yang akan saya hasilkan, maka saya yakin.

Oke, rasa sedih saya telah dilogikakan. Sekarang memberi rasa pada logika untuk rasa marah Saya.

Logika itu berdasarkan pada alasan-alasan dan persepsi yang (seharusnya) berimbang. Saya tak bisa memberi rasa pada logika ketika logika saya hanya berdasar pada satu persepsi dari Saya saja. Saya masih merasa marah, apa yang membuat saya marah? Hal yang seharusnya tidak berada pada tempatnya, hal yang seharusnya tidak pernah terungkit lagi, hal yang seharusnya ditinggalkan, hal yang sebelumnya juga pernah membuat saya marah, hal yang seharusnya tidak membuka luka pada luka yang sudah kering, dan sialnya saya secara tidak sengaja melihat hal itu. Berbagai macam persepsi logis dan non-logis berputar di kepala, persepsi itu membunuh, dan Saya menolak untuk dibunuh dengan mudah. Terjebak dalam persepsi personal hanya akan menghasilkan orang seperti Munarman. Saya masih belum bisa memberi rasa pada logika saya sekarang, saya masih gamang, maka kecuplah dahiku Tuhan sekedar memberi penuh rasa yakin yang Aku mau terus bertahan dan memelihara rasa percaya yang Aku mau terus ada. Ah, mungkin hanya puisi yang bisa membantuku merasa lebih baik,

"di sinilah Aku, di hadapanmu.
Aku menggenggam tanganmu,
penuh yakin dan percaya,
meski kadang alam bawah sadar berkaca-kaca.
Aku membisikanmu kata 'mari kita melangkah bersama'
yang aku butuhkan hanyalah pandangan matamu
hanya tertuju padaku, hanya padaku, hanya padaku.
dan tanganmu yg melepas genggaman pada masa itu
lalu kemudian menggenggam tanganku penuh,
menggenggam tanganku penuh,....
menggenggam tanganku penuh-penuh"

keterangan gambar:
1. Astronaut Frank Poole in 2001: A Space Odyssey 
2. taken from: purdycool.tumblr.com

4 komentar:

  1. One little mistake could ruin everything....naas nya, aku sudah melakukan banyak kesalahan...dan baru tersadar lalu datang membawa diri untuk mengajukan penebusan, ketika aku tak diberi lagi kesempatan......

    BalasHapus
    Balasan
    1. ketika kamu ga diberi kesempatan, bisa kah menciptakan sebuah kesempatan sendiri? atau cari lagi yg masih mau memberi kesempatan, lalu manfaatkan kesempatan itu, jangan ulangi kesalahan serupa. klise? yap, tp mau gimana lagi, yaudahlahya -___-"

      Hapus
  2. there's no point for giving second chance to those who won't change. past shall to pass, yes??

    BalasHapus
    Balasan
    1. There will be always second change for those who want change, past shall to pass but sometimes its a beautiful trap that you couldn't move on. so i make it simple, let God decides the best thing for me, God knows what i need but i pathetically just know what i want :) May God help us all :)

      Hapus